Meskipun biaya untuk memiliki kekuatan militer sangat
tinggi, sebagian besar pemerintah menganggap anggaran pertahanan menjadi suatu
keharusan. Namun ada beberapa negara yang memilih untuk menghapuskan kekuatan
militer mereka padahal militer sangat penting untuk sebuah negara demi untuk keamanan masyarakat. Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana dan
mengapa negara-negara ini memutuskan untuk menghapus militernya dan apa
pertahanan (jika ada) yang mereka miliki sebagai pengganti kekuatan militer
yang mereka hapus tersebut.
1. Haiti
Haiti merupakan negara termiskin di belahan bumi
bagian Barat, status itu bahkan sudah dimiliki Haiti sebelum gempa bumi berkekuatan 7,0
skala Richter menghancurkan negara tersebut pada bulan Januari 2010. Meskipun
alasan dibalik kemiskinan negara ini sangat kompleks dan beragam, sejarah
kekacauan politik di Haiti memiliki peranan besar dalam membuat kesulitan ini,
dan kekacauan yang terjadi sering kali melibatkan militer.
Misalnya, kurang dari setahun setelah Jean-Bertrand
Aristide terpilih sebagai presiden pada 16 Desember 1990, pemerintahannya diserbu
oleh kudeta militer. Haiti mengalami pemerintahan militer sampai tahun 1994,
ketika PBB turun tangan dan dengan cara paksa menggulingkan kepemimpinan Haiti.
Setelah Aristide diangkat kembali sebagai presiden, dia dengan cepat
membubarkan angkatan bersenjata Haiti sebelum mereka bisa menimbulkan masalah
lebih lanjut. Saat ini, Haiti sangat bergantung pada pasukan PBB untuk masalah
keamanan, meskipun pada tahun 2011, Presiden Michel Martelly mengumumkan
niatnya untuk membangun militer baru untuk menggantikan pasukan PBB.
2. Kosta Rika
"Pura vida", kata-kata yang jika
diterjemahkan secara harfiah berarti "hidup murni", akan tetapi untuk
orang Kosta Rika, dua kata itu berarti lebih banyak, meliputi kaya, hidup
santai, intinya masyarakat yang terfokus pada gaya hidup. Dan tidak
mengherankan bahwa negara yang terkenal dengan kebahagiaan dan kepuasan
warganya ini akan baik-baik saja tanpa militer. Lalu apa yang mendorong Kosta
Rika untuk menghapus angkatan bersenjatanya?
Pada tahun 1948, setelah periode pergolakan politik
yang tidak biasa, dan selanjutnya meledak menjadi perang saudara yang
berlangsung selama 44 hari, dan mengakibatkan 2.000 korban. Dalam upaya untuk
memastikan konflik seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi, pemerintah yang
baru menyusun sebuah konstitusi yang tidak hanya menjamin pemilu yang bebas dan
terbuka, tetapi juga menghapuskan angkatan bersenjata negara itu.
Tanpa kekuatan militer, tidak berarti negara ini tak
berdaya. Pada tahun 2011, Kosta Rika diproyeksikan untuk menghabiskan anggaran
pertahanan hampir $ 300 juta pada polisi bersenjata dan penjaga pantai dengan
persenjataan setingkat militer. Bahkan, anggaran pertahanan telah berkembang
menjadi tiga kali lebih besar dari Nikaragua, negara tetangganya di utara, yang
sering terlibat dalam sengketa perbatasan dengan Kosta Rika.
3. Republik Mauritius
Terletak di timur Madagaskar, negara pulau Mauritius
adalah tanah air bagi lebih dari satu juta orang dan menjadi salah satu negara
dengan ekonomi terkuat di Afrika. Apa yang tidak akan anda temukan di negara
ini adalah kekuatan militer reguler. Bahkan, sejak memperoleh kemerdekaannya
dari Inggris pada tahun 1968, Mauritius tidak pernah merasa perlu untuk
mengembangkan pertahanan nasional. Mauritius hanya menghabiskan 0,3 persen dari
produk domestik brutonya pada pertahanan, yang terdiri dari kepolisian, Special
Mobile Force (SMF) dan penjaga pantai.
Total keseluruhan, ada 10.115 personil yang bekerja
pada badan-badan tersebut. Badan-badan ini dibebankan untuk menangani segala
sesuatu dari kontrol kerusuhan sampai misi SAR, meskipun mereka tidak
dilengkapi untuk menangani pertahanan nasional. Negara ini juga menerima
pelatihan kontraterorisme dari Amerika Serikat, dan penjaga pantainya bekerja
sama dengan Angkatan Laut India.
4. Panama
Pada tahun 1903, Panama menandatangani perjanjian
dengan Amerika Serikat yang akan memungkinkan AS untuk membangun, mengelola dan
mempertahankan hamparan tanah yang akan menjadi Terusan Panama sekarang ini.
Pada tahun 1999, Panama akhirnya mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan
kanal tersebut, setelah sebelumnya menjalani hampir satu abad kekacauan politik
yang pada akhirnya mengarah pada pembubaran militernya.
Panama pertama mengalami masalah dengan militer pada
tahun 1968, ketika militer mengkudeta presiden yang terpilih secara demokratis,
Dr Arnulfo Arias Madrid, untuk ketiga dan terakhir kalinya sebelum militer
mengambil alih kekuasaan. Militer memainkan peran utama dalam pemerintahan
Panama sepanjang tahun 1980-an, ketika Jenderal Manuel Noriega berkuasa. AS
awalnya mendukung Noriega, tetapi karena korupsi, perdagangan narkoba dan
kecurangan dalam pemilu yang tersebar luas di Panama, ketegangan antara kedua
negara ini meningkat.
Pada tahun 1989, AS menginvasi Panama, menjatuhkan
Noriega dari kekuasaannya dan mengantarkan pada pemilu yang demokratis. Karena
ketidakpercayaan masyarakat Panama yang mendalam pada militer, pemerintah
mengamandemen konstitusi dan membubarkan militer pada tahun 1994. Meskipun
memiliki hubungan yang jauh lebih baik dengan AS, Panama tetap menolak
mengizinkan AS untuk mendirikan pangkalan militer untuk memerangi perdagangan
narkoba di wilayah perbatasannya.
5. Negara Federasi Mikronesia
Menjelang Perang Dunia II, Negara Federasi Mikronesia
berada di bawah kendali Jepang, yang menjelaskan mengapa Mikronesia menjadi
salah satu tempat dari beberapa pertempuran yang paling menakutkan yang pernah
terjadi di Pasifik Selatan. Bahkan, terdapat begitu banyak reruntuhan sisa alat
dan kendaraan perang Jepang dan Amerika Serikat di dasar laut sekitar kepulauan
ini, dan minyak yang terkandung di dalamnya telah menimbulkan masalah
lingkungan yang cukup memprihatinkan. Setelah perang, wilayah tersebut menjadi
bagian dari wilayah dalam pengawasan PBB di Kepulauan Pasifik, dan memulai
hubungannya dengan AS. Negara ini kemudian memperoleh kemerdekaannya pada tahun
1979.
Pada tahun 1986, Mikronesia menandatangani Compact of
Free Association dengan AS, dan pertahanan negara ini telah menjadi tanggung
jawab AS sejak saat itu. Terlebih lagi, warga dari Mikronesia tidak perlu visa
untuk bekerja di AS dan sebaliknya. Sementara warga Mikronesia bergantung pada
AS untuk pertahanan mereka, mereka juga dapat mendaftar pada angkatan
bersenjata AS. Bahkan, warga Mikronesia memainkan peran aktif dalam militer AS
dan telah benar-benar mengalami kematian lebih besar dalam persentase di perang
Irak dan Afghanistan dibandingkan pasukan AS.
Sumber : Berbagaihal.com
:1:
ReplyDelete