Tidak jauh dari prapatan Bangkong,ada sebuah jalan
menuju ke arah selatan, namanya jln. Atmodirono. Nama jalan itu adalah nama
jalan kuno, artinya lahir dan berasal dari masa tempo doeloe, yang sering juga
disebut jaman normal itu. Jadi tidak ubahnya dengan nama-nama jalan Pindrikan,
Kapuran, Karang Doro, Kebon Cino adlibitam, yang semuanya juga berasal dari
jaman normal.
Namun selagi nama-nama jalan yang baru saja disebut
itu dibelakang hari ternyata telah pada dirubah, nama jalan Atmodirono masih
saja tidak diapa-apakan. Masih saja tetap bernama jalan Atmodirono. Dan hingga
sekarangpun, kabarnya juga tidak orang berani mengusik-usiknya.
Well, siapakah sebenarnya Atmodirono itu, hingga
namanya sampai diabadikan sebagai nama jalan di kota Semarang? Apa sebenarnya
sumbangan, yang telah diberikannya hingga orang berkenan untuk menghormatinya,
dari masa tempoe doeloe hingga masa tempo sekarang?
Atmodirono atau nama lengkapnya Mas Aboekasan
Atmodirono, sebenarnya bukanlah anak Semarang. Ia dilahirkan di Wonosobo pada
tanggal 18 Maret 1860, anak lelaki dari Atmodirono, yang pada masanya menjadi
jaksa kepala di Purworejo, karesidenan Kedu.
Masa kecilnya dilewatinya dengan memasuki sekolas ELS
alias Europeesche Lagere School. Sesuai dengan namanya, sekolah itu sebenarnya
hanya diperuntukkan bagi anak-anak orang Eropa saja. Namun, karena Mas
Aboekassan anak seorang jaksa kepala pada akhirnya ia bisa juga diterima di
sekolah itu.
Setelah tamat, mas Aboekassan kemudian meneruskan pelajarannya ke Betawi, memasuki Koningin Wilhelminaschool, yang pada waktu itu merupakan sebuah sekolah yang jempolan benar.
Setelah tamat, mas Aboekassan kemudian meneruskan pelajarannya ke Betawi, memasuki Koningin Wilhelminaschool, yang pada waktu itu merupakan sebuah sekolah yang jempolan benar.
Setelah mengakhiri pelajarannya, pada tahun
1878, ia dibenum menjadi opseter kelas tiga pada Dinas Pengairan dan
Pekerjaan Umum Negeri. Pada masa itu jabatan bukan main aduhainya.
Dengan pengangkatannya itu, dia merupakan orang Jawa yang pertama yang telah
dipersamakan dengan orang-orang Eropah, baik mengenai jabatannya maupun
mengenai soal gajinya. Dan perlu sekali dicatat pada waktu itu ia masih berumur
18 tahun, jadi masih benar-benar merupakan seorang teenager, kata orang
zaman sekarang atau masih sedang mekar-mekarnya sebagai seorang jejaka.
Walaupun demikian, ia sama sekali tidak suka ubyang-ubyung kesana kemari
tanpa guna, apalagi untuk memamerkan dan menonjol-nonjolkan jabatannya. Dengan
jabatannnya yang tinggi itu, pada waktu itu Mas Aboekassan yang masih
jejaka muda itu justru sangat tekun dalam menunaikan tugas-tugasnnya, hingga
dalam waktu yang tidak begitu lama, ia berhasil naik pangkat dibenum
menjadi opseter kelas satu, dan ditempatkan berbagai daerah, dari
Pejarakan, Pasuruan, Purworejo, Kebumen, Karanganyar, Banjarnegara hingga
akhirnya ke Semarang. Sekalipun pekerjaan-pekerjaannya bertumpuk-tumpuk,
Mas Aboekasan gemar sekali menambah pengetahuannya. Ia menaruh banyak
minat pada bahasa Inggris, Perancis dan Jerman dan dengan jalan belajar sendiri
ia tidak hanya dapat membaca dan menulis dalam ketiga bahasa itu saja, tetapi
pada akhirnya juga mahir sekali bercakap-cakap dalam ketiga bahasa tersebut.
Pada tahun 1898, ia menempuh ujian untuk menjadi
arsitek pengairan di Semarang dan setelah lulus, ia kemudian dibenum menjadi
arsitek pada Dinas Pengairan dan Pekerjaan Umum Negeri. Sebagai sorang arsitek,
para atasannya ternyata sangat menghargai benar karya-karyanya, hingga pada
tahun 1912, ia telah berhasil dianugerahi bintang kehormatan "de Orde van
Oranye Nassau", dan penyematan bintang jasa itu dilakukan dalam suatu
upacara yang sangat meriah, dengan dihadiri oleh banyak sekali insinyur dan
para opseter dari daerah-daerah sekitar Semarang.
Di samping sibuk mengenalkan tuganya, Mas Aboekassan
Atmodirono ternyata masih sempat juga meluangkan waktunya dengan terjun dalam
dunia organisasi. Pada tahun 1911 ia mendirikan Mangoen Hardjo, sebuah
organisasi khusus untuk para ambtenaar peribumi yang pada tahun 1921 telah
berhasil memiliki 2000 orang anggota dan 24 buah cabang di seluruh Jawa dan
Madura.
Di samping itu ia juga memegang peranan penting dalam
proses lainnya Sedyo Moejo sebuah organisasi khusus untuk para bupati di mana
40 dari 70 orang bupati di pulau Jawa pada waktu itu telah tercatat menjadi
anggotanya.
Kecuali pernah aktif dalam kedua organisasi tersebut
di atas masing-masing sebagai ketua dan sekretaris, Mas Aboekassan Atmodirono
juga pernah menjabat sebagai Boedi Oetomo bahkanperkomisaris pengurus pusat,
pernah pula diangkat untuk menduduki jabatn sebagai ketuanya.
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran ia juga telah
aktip dengan mendirikan sebuah sekolah teknik di Semarang.
Dengan sekolah itu ia bermaksud memberikan pada
anak-anak muda pribumi yang mempunyai cukup bakat dalam pendidikan teknik dan
ilmu pengetahuan yang lain, yang masih ada hubungannya dengan masalah teknik itu.
Pendidikan itu diberikan pada waktu malam, lima hari dalam seminggu.
Setelah mengikuti pelajaran selama empat tahun. Para murid sekolah itu, setelah
menempuh ujian bias ditempatkan sebagai opseter rendahan, baik pada
dinas-dinas pengairan, pada pekerjaan-pekerjaan umum setempat maupun pada
perusahaan-perusahaan partikelir.
Pada tahun 1921, de Technische Avondschool te Semarang
itu, mempunyai tiga orang insinyur sebagai guru bagi murid-muridnya, yang
seluruhnya berjumlah 70 orang di samping seorang arsitek empat orang opseter,
seorang guru dengan hoofdacte dan seorang calon notaris.
Mas Aboekasan Atmodirono memang terkenal sebagai
seorang pejabat yang tidak suka diam.
Ketika pada tahun 1906 pemerintah Hindia Belanda
memutuskan mendirikan kotapraja Semarang, Mas Aboekasan Atmodirono juga
ditunjuk menjadi anggota dari “gemeenteraad van Semarang” atau “dewan koapraja
Semarang”.
Sebagai anggota dari dewan kotapraja Semarang ia
sangat tekenal sebagai seorang anggota yang tidak suka “jual jamu” atau
“tribune reclame” kata orang-orang Belanda pada masa tempo doeloe. Di muka umum
ia sedikit bicara, tetapi dalam komisi teknik dari dewan kotanya Semarang, di
mana ia sebagai anggotanya, ia telah mencurahkan banyak sekali tenaga dan
pikirannya.
Karena kesungguhan kerjanya itulah ketika pada tahun
1918, pemerintah Hinia Belanda memutuskan untuk mendirikan Volksraad, atau
Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda, tanpa menonjolkan diri dan tanpa pula
mengadakan kasak-kusuk, Mas Aboekassan Atmodirono telah dipanggil untuk menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda itu.
salam hangat dari kami ijin informasinya agan, dari kami pengrajin jaket kulit
ReplyDeletetentang M A Atmodirono, sang Master Plan kota Semarang
ReplyDeleteTerima kasih atas kunjungannya.....Kembali lagi lain waktu......^_^
Delete